Oleh Apriyanto Adam, S.Pd – Jurnalis InfoJejak.com
Koperasi, sejak awal kelahirannya, digagas sebagai wadah ekonomi kerakyatan. Filosofinya sederhana namun kuat: dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Namun kini, semangat luhur itu tampaknya mulai dikaburkan oleh praktik-praktik kapitalistik berkedok koperasi. Salah satu contoh yang menjadi sorotan publik adalah apa yang disebut sebagai “Koperasi Merah Putih”.
Dari luar, koperasi ini tampil gagah dengan jargon nasionalis, mengusung nama “Merah Putih” seolah menjadi simbol keberpihakan kepada bangsa. Namun benang merah mulai terlihat ketika anggaran operasional dan investasi koperasi ini ternyata bersumber dari korporasi besar yang jelas-jelas memiliki orientasi utama pada profit, bukan pengabdian kepada anggota.
Dalam praktiknya, koperasi ini bahkan lebih menyerupai lembaga keuangan—layaknya bank. Penyaluran pinjaman dengan bunga kompetitif, prosedur ketat yang mirip sistem perbankan, hingga model bisnis yang mengejar pertumbuhan aset dan margin keuntungan menjadi indikator kuat. Lalu, di mana posisi anggotanya? Apakah benar mereka diberdayakan atau justru hanya dijadikan pasar bagi produk-produk keuangan berbalut nama koperasi?
Bahkan, sejumlah warga mengeluhkan bahwa koperasi ini tak ubahnya rentenir legal. Dengan dalih simpan pinjam, masyarakat “dipaksa halus” untuk mengikuti skema yang justru menyulitkan mereka di kemudian hari. Pengawasan dari lembaga yang berwenang pun seakan lemah, atau bisa jadi menutup mata.
Jika koperasi adalah alat perjuangan ekonomi rakyat, maka memfungsikannya sebagai kendaraan korporasi adalah bentuk pengkhianatan. Koperasi bukan tempat bersembunyi para pemilik modal yang ingin menghindari regulasi perbankan. Ketika spirit gotong royong digantikan oleh motif bisnis semata, maka koperasi telah kehilangan jati dirinya.
Hal ini menjadi pemikiran opini oleh jurnalis online yang mencermati gejala pergeseran makna koperasi sebagai alat pemberdayaan menjadi instrumen eksploitasi finansial.
Perlu adanya evaluasi serius dari pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM. Jangan sampai rakyat kembali terjebak dalam jebakan baru: koperasi berbungkus merah putih, namun jantungnya kapitalistik, dan akarnya bukan lagi gotong royong, melainkan utang dan tekanan finansial.
Koperasi Merah Putih—apakah ini bentuk baru penjajahan ekonomi gaya modern?